Masih ada sekitar 1,5 hingga 2 tahun untuk Ahmad Heryawan
menyelesaikan tugas dan amanahnya sebagai Pemimpin Jawa Barat. Dan waktu yang
sama pun berlaku untuk salah satu Walikota yang akan maju menjadi JABAR 1,
yaitu Kang Emil, sapaan umum untuk Pak Ridwan Kamil. Dan saat ini sudah mulai
tercium aroma politik di Jawa Barat disaat pesta demokrasi di Ibukota masih
berlangsung.
Seperti berita yang akhir-akhir ini sedang ramai, bahwa Parpol
NasDem melangkah lebih awal dan mencuri start untuk mengusung calon gubernur
(cagub) Jawa Barat, yaitu Ridwan Kamil. Pada hari minggu (19/3/2017), NasDem
resmi mendeklarasikan dukungannya bagi Kang Emil untuk maju sebagai cagub Jabar
2018-2023. Masih telalu pagi untuk Kang Emil memperhatikan ini, karena masih
ada yang harus lebih diperhatikan, yaitu Bandung yang belum terselesaikan, yang
harus difokuskan olehnya. Namun tidak perlu dikhawatirkan, karena Kang Emil
sudah mengatakan bahwa Janji Bandung belum beres dan masih ada 2 tahun anggaran
2017 dan 2018 untuk dibelanjakan mengejar sisa mimpi (yang belum terlaksana).
Diketahui bahwa dalam Deklarasi tersebut, dalam pidatonya Surya
Paloh selaku pimpinan NasDem memberi syarat untuk Kang Emil, yaitu :
- Menjadikan Jawa Barat sebagai Benteng Pancasila
- Tidak bergabung dengan parpol manapun, bahkan berlaku untuk NasDem
- Mensukseskan pencalonan Jokowi dalam Pilpres 2019
Dengan peristiwa deklarasi dari NasDem untuk Kang Emil
tersebut, banyak para ahli politik dan pengamat menganalisis maksud dan tujuan
NasDem ini. Motif ini terlihat dari syarat yang diungkapkan oleh Surya Paloh,
yaitu
Pertama, makna “benteng Pancasila” adalah semangat
kemajemukan dan pluralisme. Dua kata tersebut identik dengan makna “kebhinnekaan”
yang selalu dipakai untuk menyudutkan kekuatan politik islam, memojokkan umat
Islam yang berpegang teguh memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam berpolitik.
Kita tahu bahwa NasDem adalah parpol barisan Nasionalis Sekuler, dan NasDem
ingin memastikan bahwa kang Emil satu barisan dengan ideologi mereka sekaligus
menjauhkannya dengan kekuatan politik Islam. NasDem juga ingin menjadikan pak
RK sebagai “model/sales” bagi ideologi nasionalis sekuler yang dianutnya.
Kedua, RK tidak akan bergabung dengan parpol manapun.
Selama ini pun beliau bekerja untuk rakyat, dan bukan kader parpol manapun,
selalu bisa membuktikan bisa bekerja profesional tanpa campur tangan partai. Bahkan
ketika pilwalkot Bandung 2013 diusung oleh Gerindra & PKS dan terpilih,
beliau tetap bekerja dan fokus dengan pekerjaannya tanpa ada konflik
kepentingan dengan partai-partai pengusungnya. Jadi maksud dari syarat kedua
ini hanya untuk mendapat simpati public bahwa RK akan bekerja tanpa tekanan
partai, padahal memang sejatinya beliau selalu seperti itu.
Ketiga, NasDem akan kembali mendukung Jokowi pada
pilpres 2019, secara tidak langsung meminta kang Emil sebagai “model pencari
suara”. Kalau seseorang sudah mengidolakan tokoh yang diidolakannya, pasti
apapun akan dilakukan untuk mendukungnya. Itulah motif untuk mendapat dukungan
memilih Jokowi dari ajakan kang Emil, gambarannya seperti itu. Hal itu sangat
penting karena di Jawa Barat, dukungan untuk Jokowi tak terlalu kuat, di
pilpres 2014 lalu suara Jokowi kalah jauh dibanding Prabowo, dan saat ini kang
Emil disetting untuk mengubah itu.
Keempat, dengan memberikannya dukungan kepada kang
Emil, diharapkan sosok yang sarat prestasi dan elektabilitas tinggi itu bisa
mendongkrak nama NasDem di Jawa Barat.
Dengan deklarasi dini, NasDem ingin dianggap sebagai partai
yang paling berjasa bagi Ridwan Kamil untuk mensukseskan dan menang di pilgub
Jabar 2018 nanti. Dan keuntungan bagi NasDem dan partai lain yang nantinya akan
berkoalisi sangatlah besar untuk mendapatkan posisi dan memperkuat Jokowi
menduduki nusantara untuk yang kedua kalinya.
Referensi :
http://portal-islam.id/2017/03/mengupas-motif-partai-nasdem-calonkan.html
http://twitter.com/roninpribumi
Wrote by Fadhlillah Hidayat (@mnfh_fadly)